BERBICARA mengenai target, tidak akan lepas dari yang namanya tujuan. Lantas bagaimana jika target telah terpenuhi? Lantaskah semua selesai? Ternyata tidak. Itulah manusia, selalu tidak puas. Hanya mau, mau, dan mau lagi. Sudah lebih dari duapuluh tahun lalu ketika saya mencanangkan target untuk mengunjungi negara-negara di Asia Tenggara. Waktu itu saya masih duduk di Sekolah Dasar, ingusan pula. Kali ini saya berhasil, tuntas mencapai target mengunjungi Asia Tenggara secara paripurna. Filipina menutup rangkaian perjalanan saya di Asia Tenggara. Tapi tunggu dulu, saya akan kembali lagi ke Filipina karena di Filipina semuanya lebih menyenangkan. Namun walaupun begitu, Indonesia negara saya, tetaplah tiada duanya.
Marietta sedang duduk tertidur sambil memeluk
kardus bawaannya yang tertulis jelas nama lengkapnya. Sengaja dibuat besar
tulisan nama depan dan belakangnya agar mudah dikenali. Marietta Romero. Kardus
dalam dekapannya seolah tahu bahwa sang majikan tidak mau kehilangan dirinya.
Rupanya Marietta terlelap kelelahan di sudut bandara karena baru saja mendarat
dari Davao City nun di selatan Filipina. Ketika dia terjaga, -saya yang juga
sedang selonjoran di sebelahnya-, langsung berinisiatif membuka obrolan ringan
pada tengah malam budeg. Ketika bercengkerama dengan Marietta yang berparas
manis macam Maribeth jaman ABG pada dini hari itu, Manila masih belum bangun.
Manila masih tertidur nyenyak di ruang kedatangan Bandara Internasional NAIA.
Kok rasanya dalam obrolan ini, saya ingin didendangkan lagu Denpasar Moon
sebagai penghantar musik latar belakang.
Alamak, ternyata Marietta baru saja
putus cinta dengan kekasihnya yang bernama Roberto di Davao City. Merasa
dikhianati dan tak ada tambatan hati, Marietta lantas memilih mudik ke kampung
halamannya di Isabela, nun di utara Filipina sana. Entah bagaimana wujud
Davao City dan Isabela, terpaut jauh utara dan selatan, hanya saja pagi itu
saya merasa terkesiap laksana berada di tengah-tengah adegan telenovela yang
penuh dengan nama-nama nuansa Amerika Latin. Saya simak cerita Marietta sambil
mengerjap-ngerjapkan mata, bahwa saya sedang tidak bermimpi, bahwa saya sedang
berada di Manila. Bahwa Maribeth versi ABG sedang ngobrol dengan saya. Mabuhay.
Mengikuti saran Marietta tadi, ketika saya
keluar dari bandara, saya menumpang bus menuju EDSA. Wajah Manila menampakan
wujudnya. Padat, sibuk, kotor, macet, kusam, ramai, kesan pertama saya ketika
tiba di tengah-tengah EDSA.
EDSA merupakan salah satu persimpangan
sibuk di Manila. Pangkalan bus semrawut, stasiun kereta kumuh, pedagang kaki
lima ramai riuh rendah. Saya pun baru tahu bahwa kota Manila terdiri dari
beberapa distrik yang pembangunannya timpang antara satu distrik dengan distrik
lainnya. Dari EDSA saya memutuskan untuk mengambil arah ke utara. Entah apa
alasannya, hanya saja saya ingin menuju ke bagian utara Manila.
Setelah beberapa stasiun
pemberhentian, Pedro Gil mencegat saya ditengah-tengah perjalan menggunakan
kereta commuter. Tahukah kawan bahwa Pedro Gil ini sesangar namanya. Pedro Gil ini
adalah sebuah stasiun yang terletak di depan Universitas De La Salle, terlihat
kotor dan agak kumuh. Saya tetap putuskan turun dan mencari penginapan di
sekitar Pedro Gil. Di daerah kampus begitu, semoga ada penginapan murah meriah,
begitu saja perkiraan saya.
Ternyata kesimpulan saya benar. Di
Pedro Gil, yang termasuk kedalam distrik Manila City, terdapat beberapa
penginapan ala kadarnya. Dormitory berhasil saya dapatkan hanya seharga 400
peso, karena mba-mba resepsionis memberikan diskon, musabab kasihan melihat
saya yang berkeluntang-lantungan di pagi hari. Jadilah malam itu saya menginap
berbagi kamar dengan sepuluh pejalan lainnya.
Armando, orang Filipina tapi bukan
berasal dari Manila, sibuk dengan gadget
yang dicolokkan di lobby guesthouse kami. Dia memperkenalkan diri, dan mengira
saya berasal dari Jepang, perkara mata saya berbentuk garis walau sudah berusaha
melotot. Armando laksana kepala suku di guesthouse dan memperkenalkan dengan penghuni
yang lain. Dia mengaku sudah 3 malam tinggal di guesthouse ini, lantas
menasbihkan dirinya sebagai senior penguasa lobby dan area sarapan. Walau
lagaknya sedikit tengik tapi si Armando ini baik, selalu berusaha membagi
informasi tentang negaranya kepada pejalan yang kebingungan akan melihat dan
melakukan apa di Manila.
Obrolan di guesthouse tidak jauh-jauh dari skema penggunaan angkutan lokal khas Manila bernama Jeepney. Sebenarnya sih ini angkot, tapi tampilannya menyerupai odong-odong. Prosedur membayar ongkos Jeepney pun sama persis ketika kita naik Angkot. Naik di belakang, bilang stop kalau mau berhenti, turun dan berikan ongkos melalui jendela depan ke supir. Namun hanya tampilan Jeepney saja mirip bemo, tepatnya bemo yang pergi ke Mak Erot. Jadi ukurannya lebih panjang.
Beberapa orang asing menganggap sistem
pembayaran tunai ke supir merupakan ritual unik, terutama bagi bule-bule yang
memang di kampungnya tidak ada metode pembayaran angkutan manual macam itu.
Dibandingkan di Indonesia, tetap saya lebih suka angkutan di Indonesia, musabab
penumpangnya berdoa dulu sebelum menjejakkan kaki ke dalam angkot atau bus. Seolah
memasrahkan nasib kepada pengemudi yang tabiatnya ugal-ugalan.
Lantas berapa yang harus dibayar ke
pak Supir Jeepney? Murah, hanya 7-10 peso sekali naik. Jauh dekat ya segitu.
Tinggal berikan uang 10 peso, bersyukurlah kalau ada kembalian, kalau supir
tidak memberikan kembalian ikhlaskan saja.
Jeepney membawa saya ke Kota Tua nya
Manila. Berkeliling jalan kaki di sekitar Kota Tua Manila, lumayan memberikan
sensasi mundur beberapa abad kebelakang. Bangunan cantik terawat baik yang
difungsikan menjadi cafe, toko souvenir, museum. Ada yang gratis untuk melihat
isi dalamnya, ada juga yang harus bayar. Kawan, kalau saya sarankan pergilah ke
Kota Tua ini di pagi hari, karena masih sepi dan tidak terlalu panas.
Mirip-mirip sedikit lah dengan Kota Tua yang ada di Semarang.
Dari Kota Tua bisa sekalian mengintip
ke Rizal Park yang termasyhur di Manila. Layaknya sebuah taman kota besar, hiruk
pikuk dengan orang-orang berbagai aktivitas. Sedikit agak kurang bersih tapi
lumayan untuk ngadem-ngadem di siang bolong.
Alvarez, kawan lama saya orang Filipina yang tinggal di Cebu, tiba-tiba mengirim pesan singkat. Entah
kebetulan, entah karena Alvarez mengetahui posisi saya yang sedang berada di
negaranya akibat saya terlalu narsis di media sosial. Bunyi pesan singkat
Alvarez adalah tawaran menginap di sebuah hotel mewah di daerah Bonafacio
Manila. Gratis.
Saya mengenal Alvarez ketika saya
membatalkan perjalanan saya menuju Bagan di Myanmar. Saat itu saya terserang
diare ditambah musim Moonsoon sedang melanda di Myanmar. Terdamparlah saya di
losmen murahan di Yangoon yang berada disekitar kuil Sule Paya. Meratapi nasib
tertinggal bus menuju Bagan. Dalam pada itu, munculah Alvarez tergopoh-gopoh
keluar dari taksi. Meminimalisir kuyupnya guyuran hujan, Alvarez langsung
menuju meja resepsionis losmen. Taksi pun meluncur menerabas lebatnya hujan.
Kami berkenalan dan ngobrol, lalu
drama dimulai. Alvarez baru menyadari bahwa telepon genggamnya tidak ada di
sakunya. Dia ingat tadi mengeluarkan telepon di dalam taksi dan meletakan di
jok, terburu-buru keluar taksi demi menghindari hujan. Tertinggal lah telepon
genggamnya. Alvarez gundah gulana, meminta bantuan kepada resepsionis hotel
untuk menelepon perusahaan taksi tadi. Saya menemaninya kembali
lagi ke terminal bus Aung Mingalar, tempat dia menyetop taksi demi mencari
telepon genggamnya yang hilang. Alvarez berharap bisa menemukan sang sopir yang
mangkal di Aung Mingalar.Tapi nihil.
Pesan singkat yang saya baca dibawah
rindangnya pohon di Rizal Park sangat menggembirakan. Alvarez mengirim kode
voucher yang dapat saya gunakan untuk bermalam di Hotel Ascott Bonafacio dan menyarankan agar saya mencoba Balut.
Memang rezeki tidak pernah salah alamat.
Balut adalah telur bebek berusia 18 hari yang akan menetas dalam 3 hari lagi. Telur ini lantas direbus setengah matang lengkap dengan embrionya. Makanan eksotis dari Filipina. Jijik, pasti. Tapi orang-orang di Manila terbiasa menyantap Balut terutama setelah makan malam. Uji nyali kalau buat saya.
Balut adalah telur bebek berusia 18 hari yang akan menetas dalam 3 hari lagi. Telur ini lantas direbus setengah matang lengkap dengan embrionya. Makanan eksotis dari Filipina. Jijik, pasti. Tapi orang-orang di Manila terbiasa menyantap Balut terutama setelah makan malam. Uji nyali kalau buat saya.
Adalah hotel Ascott Bonafacio yang
saya datangi. Sesuai tulisan pada voucher yang berbunyi Ascott. Perjalanan ngegembel
saya malam ini terasa naik kelas sedikit. Penuh percaya diri tanpa grogi,
celana jeans sobek-sobek yang saya kenakan terasa seperti katun murni model
pantalon ketika saya melangkahkan kaki menuju lobby hotel. Kondisi saya bisa
dibilang sangat prima sekali. Ternyata ketika menanyakan reservasi saya, Hotel
Ascott yang dimaksud bukanlah yang di Bonafacio, tapi yang di daerah Macati.
Pesan moral adalah jangan terlalu percaya diri kalau mau check in di hotel.
Balik kanan bubar jalan.
Petugas hotel terlihat lebih ramah
ketika dirinya mendapatkan kepastian bahwa saya akan menginap di hotelnya.
Padahal sesaat sebelumnya, sempat saya meminta izin untuk pinjam stopkontak di
lobby hotel demi mengisi daya telepon genggam yang nyaris habis. Petugas hotel
terlihat seperti tidak iklas dan mengira saya gembel dari mana bisa nyasar di
hotel mewah. Kawan, roda itu berputar begitu juga hidup. Begitu saya keluarkan
voucher sakti, barulah petugas hotel terlihat lebih beramah tamah. Mimik muka
yang bisa saya gambarkan adalah Oy malih,
nih gw nginep disini, mana kamar terbaik
lu, gw bayarin. Lagak lo juga
sekalian, sini gw bayarin.
Malam terakhir saya di Manila, saya
habiskan dengan ngemil popcorn Manila yang enaknya minta ampun dan menikmati
fasilitas hotel. Tahukah kawan, bahwa voucher yang diberikan Alvarez itu
sebenarnya bisa untuk tiga malam lagi, tapi sayang keesokan harinya saya harus
meninggalkan Manila menuju Boracay. Bisa
runyam urusannya kalau saya tertinggal pesawat menuju Kalibo City. Sesuatu yang
menggembirakan sudah menunggu di Boracay. It’s more fun in the Philliphines!
Komentar
Posting Komentar
Komentar aja mumpung gratis