KACAMATA
renang kok dibawa ke gunung. Padahal saya berharap bisa timbul tenggelam di
danau Ranukumbolo sesuai film yang pakai ukuran sentimeter untuk judulnya.
Kalau pun itu benar kejadian, yakni bisa berenang di danau Ranukumbolo, nanti yang
ada malah digaplokin ranger Semeru
atau dapat hukuman disuruh turun sampai di Ranupani hanya bermodalkan sempak. Hikmah
yang didapat dari membawa kacamata renang ke atas gunung adalah jangan percaya adegan
film. Apalagi film-film bertema naik gunung yang tidak menyisipkan pesan agar
jangan buang sampah sembarangan.
Kawan, saya tidak
menyuruh kamu untuk mencoba naik gunung. Tapi yang pasti, -konon katanya-
ketika sekali saja kamu mencoba naik gunung maka hanya ada dua kemungkinan
setelahnya. Kapok atau nyandu. Saya kebagian yang nyandu. Tapi tingkat nyandu saya
masih moderat, ibarat pil koplo tidak perlu berhutang untuk mendapatkannya.
Bertahun-tahun
saya kepingin-kepingin doang untuk manjat Semeru, tapi tidak pernah kejadian.
Malahan gunung lain yang dipanjat. Hingga muncul film bertema motivasi kejar
mimpi, yang pakai acara naik gunung. Saya suka sekali filmnya, apalagi ada sang
mantan, neng Raline, yang juga jadi demen
manjat gunung setelah selesai syuting. Tapi setelah nonton film beberapa senti itu,
semangat saya untuk melihat langsung gunung Semeru agak drop. Mungkin karena sudah meihat duluan tempat-tempat indah di
Semeru melalui layar bioskop. Meh.
###
Di Indonesia
angka tujuhbelas termasuk sakral. Sama juga dengan jam terbang kereta Matarmaja
dari Jakarta menuju Malang. Tujuhbelas jam juga kawan. Bukan main. Bagi yang
belum pernah naik kereta ini, saya sarankan sesekali untuk mencoba. Ih ogah
amat. Idih gak level lah ya. Amit-amit naik kereta begituan. Kalau dalam hati kamu
komentar begitu, maka kamu tidak akan pernah melihat bagaimana transportasi
rakyat Indonesia yang sebenarnya. Tapi kamu tetep temen saya. Jangan khawatir.
Terakir kali saya mencoba Matarmaja adalah dalam lawatan dari pulau Sempu di selatan Malang. Kali ini mencoba arah sebaliknya, Jakarta-Malang demi mengunjungi Semeru. Kini Matarmaja sudah lebih baik, tidak ada lagi tiket berdiri, tidak ada lagi orang merokok di dalam gerbong, tidak ada lagi orang berjualan bebas antar gerbong, dan sudah pakai AC. Luar biasa. Tapi tetap saja, kursinya duduk tegak hormat bendera. Siku-siku sembilan puluh derajat. Hebatnya lagi WC-nya tetap pesing bikin pusing. Luar binasa.
###
Untuk
menuju Semeru dari kota Malang, bisa menyewa angkot ke daerah Tumpang. Rupanya di
Tumpang banyak provider layanan jasa
menuju Semeru. Ibaratnya basecamp
lah. Lama perjalanan kurang dari satu jam menuju Tumpang. Si supir angkot sudah
bekerjasama dengan para penyedia jasa di daerah Tumpang untuk menuju basecamp-nya. Kecuali kalau kamu memang
menyebutkan nama provider tertentu,
jadi bisa langsung diantar. Waktu itu saya ngintilin
temen-temen ke rumahnya pak Laman, seorang penyedia jasa di daerah Tumpang. Teman-teman baru itu saya temui ketika menunggu Matarmaja di stasiun Pasar Senen. Hoki
ya.
Dari rumah pak Laman, kami berganti transportasi menggunakan mobil Jeep bak terbuka menuju desa Ranupani. Lama perjalanan sekitar dua jam menanjak. Desa Ranupani adalah desa terakhir yang bisa dilalui kendaraan untuk menuju Semeru. Selanjutnya diteruskan dengan berjalan kaki mengikuti ayunan dengkul.
Widodaren Mt. and the trail to Cemoro Lawang, Bromo Mt. |
Pemandangan menuju Ranupani sudah memanjakan mata, deretan bukit dan gunung ada di sisi kanan-kiri. Adem tentrem gemah ripah loh jinawi. Ketika sudah tiba di desa Ngadas, berarti sudah dekat ke Ranupani. Saya takjub dan terpesona dengan pemandangan di sekitar gunung Widodaren. Terlihat ada jalan setapak yang menuju Cemoro Lawang, jika berniat jalan kaki menuju Bromo. Sumpah ajib benar. Lain kali saya harus coba rute itu.
###
Tiba
di Ranupani berarti selesai lah masa kejayaan transportasi dan telekomunikasi. Ini bukan salah pak Tulmentalmentul yang terbiasa ngurangin jatah kecepatan internet, tapi memang karena sudah tidak ada BTS lagi. Silahkan lanjutkan dengan berjalan kaki dan matikan handphone. Mulai dari loket pendaftaran pendakian Semeru, sinyal
telepon sudah tidak ada. Dunia terasa lebih indah.
Pendakian dimulai. Tujuan pertama adalah Ranukumbolo. Jarak antara Ranupani ke Ranukumbolo sekitar 10,5 km saja. Beberapa daerah yang akan dilalui adalah Ranupani – Landengan Dowo sekitar 3 km. Kemudian Landengan Dowo – Watu Rejeng juga sekitar 3 km. Nah dari Watu Rejeng menuju Ranukumbolo tersisa 4,5 km yang harus ditempuh. Ingat semuanya jalan menanjak. Yaiyalah namanya juga di gunung. Nanti akan ada empat pos peristirahatan di jalur itu. Kalau kamu rajin olahraga seperti saya yang lari 5 km tiap hari, pasti cincay lah. Cukup kamu letakkan jarak di depan kening mata sejauh 5 km. Pasti bisa. Pasti sampai.
The Main Gate |
Sore di Ranukumbolo, cuaca mulai dingin. Saya tiba duluan karena demen lari 5 km sesuai judul. Alamak pemadangan danau Ranukumbolo bagi yang belum pernah melihat langsung benar-benar menghipnotis mistis romantis. Super cantik. Foto dari angle manapun pasti oke.
Kami segera mendirikan tenda. Secara teknis, temen saya yang bawa tenda. Saya hanya membantu memasang pasak. Kami semua punya lima tenda, ngeriung jadi satu menunggu badai. Hawa dinginnya sumpah sedingin freezer kulkas yang disetel maximum plus tidak dibuka pintunya selama seminggu. Dingin benar.
###
Permasalahan
klasik saya kalau naik gunung adalah BAB alias buang air besar alias eek alias
boker alias berak. Kayaknya padanan kata yang terakhir terlalu vulgar. BAB
adalah perkara rutin pagi hari. Otomatis. Untuk hal ini saya kasi tips
bagaimana BAB yang baik dan benar.
High densely populated area |
Di jaman yang serba canggih seperti ini, kudu menyiapkan tissue secukupnya. Paling enak tissue basah. Kawan, harus punya sekop kecil atau alat untuk menggali tanah. Tata caranya adalah cari spot-spot sepi yang menunjang konsentrasi pas ngeden. Kalau saya bisa setres ketika pas posisi setengah kopling eh ada orang di deket-deket situ. Bisa ngerem mendadak dan konsentrasi ngeden buyar. Sumpah rasanya tidak enak banget.
Looking for a public toilet? You will get this magnificent scenery |
Sebelum melakukan ritual BAB, kamu gali dulu tuh tanah dengan kedalaman dan luas penampang berdiameter secukupnya. Supaya apa coba? Supaya si eek tidak bertebaran di tanah, kan tidak enak dilihat. Dimanapun kudu rapi. Setelah bongkar muatan tuntas, di bersihin deh area buritan pake tissue. Kubur sekalian tissue di lubang, kemudian timbun dengan tanah supaya tidak menimbulkan polusi udara. Berdoa semoga tissue-nya cepat terurai. Kalau mau dikasi garnish, diatas timbunan tanah bisa ditutupi dengan daun-daunan atau ilalang nganggur. Sajikan selagi hangat, untuk 1 porsi.
###
Spot
BAB saya di Ranukumbolo dihiasi pemandangan spektakuler danau Ranukumbolo
beserta jajaran perbukitannya. Tempatnya ada di tanjakan seberangnya Tanjakan Cinta.
Ada bukit ilalang yang luas dan sepi. Tapi dalam perjalanan kesana banyak
sekali saya temukan tissue basah bertebaran. Bikin sampah. Parah betul. Memang
pendaki masa kini, mau enaknya saja. Gemar nyampah. Ngakunya pecinta alam tapi
nyampah dimana-mana dan tidak ngaku.
Doing your "morning ritual" while you get a view like this. Its just awesome! |
Apalagi di Ranukumbolo ini, dari kejauhan terlihat bersih cantik. Tapi kalau ditelusuri ilalang atau semak lavender disana, sampahnya bukan main banyaknya. Saya taksir itu akibat efek film yang mungkin lupa menyisipkan pesan agar jangan buang sampah sembarangan, tapi terlanjur ditonton banyak orang. Kemudian mereka berbondong-bondong menuju gunung tapi tabiat nyampah dan mau enaknya saja ikutan dibawa. Apalagi hal remeh temeh puntung rokok, tinggal sental-sentil mental kemana-mana. Biasa saja, wajar, maklum adanya.
Sering
saya mikir kalau di gunung kan banyak makhluk gaib, kenapa ya itu orang yang
nyampah gak kena batunya. Ibarat ada yang main ke rumah kamu terus nyampah
sono-sini. Enaknya diapain ya orang seperti itu.
###
Perjalanan
selanjutnya dari Ranukumbolo adalah ke Kalimati. Sebelum sampai di Kalimati,
ada beberapa tempat ciamik yang dilewati. Setelah Tanjakan Cinta yang
disarankan untuk “make a wish” dan tidak
pakai acara nengok ke belakang pas nanjak, terhamparlah padang luas datar yang
disebut Oro Oro Ombo.
Oro Oro Ombo dipenuhi tanaman lavender yang berwarna ungu ketika dimusim penghujan dan mengering cokelat ketika musim kemarau bak di dataran Afrika. Macam saya pernah ke Afrika saja. Padang nan luas itu bisa disusuri dan sensasinya sungguh mempesona. Indah sekali.
Di ujung Oro Oro Ombo ditemukan sajian pemandangan lain, yaitu hutan cemara bernama Cemoro Kandang. Alamak sempurna sekali cuci mata di Semeru. Jika hutan cemara ini ditelusuri maka akan tiba di sebuah titik tanjakan yang disebut Jambangan. Dari Jambangan sudah dekat menuju Kalimati. Total jarak yang ditempuh dari Ranukumbolo ke Kalimati sekitar 7,5 km. Harus siap persediaan air selama di Kalimati. Sumber air di Kalimati lumayan jauh, daripada kehausan lebih baik bawa bekal dari Ranukumbolo.
###
Jika dinginnya suhu di Ranukumbolo ibarat freezer
yang ditutup selama seminggu, maka di Kalimati dinginnya ibarat freezer yang
ditutup selama sebulan ditambah badai angin. Suara angin menderu menghempas
tenda. Memburu dahan pohon agar bergoyang, berkemeresak di antara ranting,
meniupi dedaunan, sangat ramai riuh rendah.
Kalimati means the death river, but i saw no river |
Dingin akut bikin malas mau masak. Jangankan masak, bergerak saja saya sudah tidak niat. Paling enak meringkuk di dalam tenda. Menunggu badai berlalu. Menjelang tengah malam, sang badai pergi entah kemana. Seolah mengizinkan saya dan teman-teman untuk menyapa Mahameru.
My tents at Kalimati |
Kami berkemas dan berdoa untuk menuju puncak. Kami sadar betul bahwa tujuan kami tinggal sedikit lagi. Selepas hutan Arcopodo, kami akan temui tanah tinggi yang harus didaki. Menegangkan, penuh harap, ada cemas, dan bergairah untuk sampai di puncak Mahameru.
“Menegangkan, penuh harap, ada cemas,
dan bergairah untuk sampai di puncak Mahameru.”
Kami
mulai melangkah memasuki hutan Kalimati. Ketika melintas di Arcopodo, saya
terpisah dengan rombongan. Mau balik badan tapi sudah lumayan jauh. Saya tetap
telusuri jalan hingga bertemu grup lain. Rupanya medan jalan yang saya tempuh
agak lumayan memutar dan terjal. Gelap gulita hanya diterangi senter, saya coba
raih batang akar yang menjulur di sisi tanah. Sebagai pegangan.
Dada ini tersengal luar biasa, semakin tinggi suhu semakin drop. Saya harus tetap bergerak supaya hangat. Walau lelahnya luar biasa, tapi tubuh Mahameru sudah terlihat. Berdiri angkuh menantang seraya menggoda.
Saya
terus menjajaki tubuh Mahameru. Semakin saya terburu-buru, semakin saya
tersengal-sengal. Akhirnya saya putuskan untuk mencoba ritme langkah dengan
hitungan pelan. Biar sedikit-sedikit akan sampai juga nantinya. Semakin ke
atas, Mahameru semakin pongah. Tabiatnya makin menjadi-jadi. Pada saat itu,
saya gembira luar biasa. Teman-teman saya terlihat lagi di kejauhan. Saya telah
menemukan jalur pendakian yang benar. Tapi nafas ini sudah menipis, hasrat
melangkah pun sudah tidak ada lagi.
Hingga teman saya, Igun dan Sugi menyeret menggunakan tali, bergantian. Saya tetap yakin harus sampai di puncak. Entah berapa lama pun, saya harus sampai. Ketika puncak semakin dekat, semangat mendaki ini seolah kembali membuncah. Entah energi darimana, saya kembali berdiri tegak tidak terseok-seok walau pada akhirnya jatuh terjerembab. Tapi semangat itu kembali berkobar, apalagi sudah mendekati puncak. Rasanya tidak ada yang bisa menghalangi saya melihat tanah paling tinggi yang ada di pulau jawa.
###
Turun
dari dataran setinggi 3676 meter diatas permukaan laut itu mudah saja. Laksana
James Bond 007 perosotan di salju, saya hempaskan tumit agar berseluncur di
tanah berpasir. Jaket sengaja saya buka supaya berkibar-kibar, memberi tahu
kalau saya bebas dan berhasil sampai di puncak. Bangga rasanya.
Tiba
di Kalimati, kami langsung berkemas. Tujuan kami adalah kembali ke Ranukumbolo
untuk beristirahat satu malam lagi. Merayakan kemenangan, kami pesta malam itu
di bibir danau.
Pagi harinya tiba-tiba saya mengigil hebat. Kantung tidur terasa dingin. Ada apa sebenarnya. Saya keluar tenda dan semuanya menjadi berwarna putih. Kami disergap kabut Semeru. Mereka berarak-arak turun dari bukit-bukit Ranukumbolo menuju danau. Seolah ikut merayakan pesta. Air telah membeku diluar tenda, embun-embun berkerak mengeras menjadi es, menutupi apa saja disekitar tenda, botol, tas, sandal, sepatu, semuanya bernuansa freezer kulkas yang tidak dibuka selama setahun. Biarlah lebay, karena saat itu saya sangat senang. Girang gemilang.
###
Kabut
menipis, matahari mulai berkuasa. Kami kemasi tenda dan bersiap pulang ke
Ranupani. Walau lelah bukan kepalang tapi kami sangat menikmati kebersamaan di
Semeru. Saya pasti akan kembali lagi.
**Sedikit
tips
Semoga berguna
- Tiket kereta Matarmaja di tahun 2014 adalah 130rb, berdoalah agar dapat subsidi dari Pemerintah. Korting 50%.
- Angkot dari Stasiun Malang ke Tumpang 150rb sekali sewa. Makin banyak temen makin murah, tapi kira-kira ya jangan kelebihan muatan. Baliknya juga demikian.
- Sewa Jeep dari Tumpang ke Ranupani bisa dihitung ongkos per kepala, yakni 35-50rb per orang. Kalau jumlah penumpangnya dikit apalagi sendirian, mohon sabar menunggu agak banyakan biar keangkut. Baliknya juga demikian harap maklum.
- Masuk ke kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, liat tabel berikut:
- Pulang dari Malang ke Jakarta, bisa naik kereta lagi atau Pesawat biar cepat. Harga tiket Pesawat Malang-Jakarta mulai dari 500rb tergantung amal perbuatan dan musim liburan.
- Jangan lupa bawa tenda, makanan, kompor, baju ganti, jaket, sarung tangan, kaos kaki, sepatu yang nyaman dan kuat, air, tissue basah buat eek plus sekop kecil.
- Mending gak usah naik gunung kalau nyampah, jadi bawa kantong plastik buat tempat sampah.
- Tidak perlu bawa peralatan renang. Sumpah!
- Kamera penting banget. Uang secukupnya, karena sampai Kalimati ada juga loh orang dagang. Gorengan berkisar 2500 per piece, nasi bungkus lauk sederhana sekitar 15rb per bungkus, air mineral 600ml rata-rata 10rb-an, kalau yang 1500ml seharga 25rb-an. Kok mahal? Yah cobain aja gendong tuh barang-barang ampe Kalimati terus dijual. Masa harganya sama dengan di toko. Kalau saya yang dagang juga ogah.
- Take nothing but photos, leave nothing but footprints.
Guee (Pradany Hayyu, 27 tahun) ga akan lagi naik itu moda transportasi yang namanya Matarmaja!!! Cukup sudah, fuih.
BalasHapusEh rik, itu ranukumbolo udah magis plus cakep kenapa kudu dinodai sama b*ker lo ya. Grr
Kebelet cuuy. Ahahaha.. Gpp gw juga ogah naek matrmaja lagi kecuali rame-rame :P
HapusMana komen gw yg tadi? Kok ilang? Yaudah gw rewrite seinget gw ya :)
BalasHapusGileee, gw seneeeeng deh bacanya. Seneng, takjub ngeliat & bayangin scenerynya, ngeri bayangin salju & badainya, ketawa2 baca tulisan lo, aaah campur aduk deh gil... Intinya, gue sukaaaa!!! Ini buku-able banget. Udah kerasa jilid2annya sama lembar2 halamannya di telapak tangan gue :D
Halaaahhh ini jeng Widya bisa ajeh... Ahahaha. Mane sinih penerbit yang mau gw dongengin. Gw bikin curhatan panjang kali lebar kali tinggi. Ampe butek-butek dah bacanya haghaghaghag
Hapuspoto2nya keren sangat kakak... :matabelo
BalasHapusbtw, itu pas b*ker gimana kita tau kalo lobang yang kita "incer" masih kosong??
Gampang om Pungky. Biasanya lubang itu udah second hand. Mending bikin yang baru, makanya kudu bawa sekop kecil atau sendok semen hahaha. Kalo spot kosong, banyak. Cari yg bersihan. Makin jauh, makin kosong. Asal jangan kejauhan ntar nyasar hahahha. Happy bok3r :)
HapusMas Ari, keren banget catatan perjalanannya. Aku ada rencana pendakian semeru awal april ini. Mohon info ranger dan transportasi di sana dong. Kalo ada, aku minta nomer ranger yg bisa dihubungi. Terima kasih :)
BalasHapusThanks Nurwandini, makasih dah mampir. Nomor kontaknya dah di email ya. Sile di cek :)
BalasHapus