PAMAN Ho seolah mengundang saya untuk menyapa dirinya. Sejujurnya saya tidak mengenal siapa itu Paman Ho. Informasi yang saya dapatkan bahwa paman Ho adalah seorang komunis yang telah meninggal pada tanggal 2 September 1969, disebuah rumah di kota Hanoi ketika berusia 79 tahun. Kematiannya meninggalkan kesan sedih yang mendalam bagi rakyat Vietnam. Seolah abadi, Paman Ho hingga kini tetap muncul di sudut-sudut kota, di lembaran uang, di gedung-gedung publik seantero Vietnam. Bahkan kontribusi Paman Ho dibidang budaya, pendidikan, seni, kemakmuran rakyat, perdamaian, demokrasi dan sosial telah diakui oleh UNESCO. Paman Ho telah menunggu lama di Ho Chi Minh City. Mari berangkat.
Tiket pesawat dari Jakarta ke Ho Chi Minh
City itu tidak memiliki nilai rupiah. Harganya nol alias gratis, pulang pergi.
Saya tidak membayar sepeser pun untuk harga tiket, hanya harus membayar pajak
bandara-nya saja yang sudah dimasukkan dalam tiket kepulangan. Terserah kawan
mau percaya atau tidak, yang pasti saya ke HCMC, -Ho Chi Minh City-, hanya
bermodalkan tujuh lembar sempak disposable
karena menurut saya mencuci sempak adalah perkara remeh-temeh tapi amat
sangat penting. Lebih penting daripada gonjang-ganjing dan kisruh demi
memutuskan aturan untuk memilih seorang kepala desa.
Niatnya pergi seorang diri
menuju HCMC. Siang itu di bandara Soekarno Hatta saya mendapatkan kejutan. Ada
lima teman saya yang ternyata juga akan ke HCMC. Jadilah kami pergi berenam
dengan prinsip the more the merrier.
Kami berenam langsung membuat grup bertajuk Power Rangers Jelajah Indochina.
Maksa. Amat sangat terpaksa.
###
Matahari di HCMC sudah tenggelam ketika kami
tiba. Kota HCMC tipikal kota di Asia yang masih macet dan ramai lalu lalang
kendaraan ugal-ugalan. Pengendara sepeda motornya sama seperti Jakarta, banyak
sekali seumpama laron yang berkerubung ketika lampu lalu-lintas berpenjar merah.
Kami menumpang taksi menuju pasar Ben Tanh. Di dekat pasar ada losmen murah
yang akan kami sewa. Semalam saja.
“Pengendara motor di HCMC sama banyaknya dengan di
Jakarta, mirip laron yang berkerubung ketika lampu lalu-lintas berpenjar merah”
Tidak mau membuang waktu,
malam itu juga kami langsung menuju pusat kota HCMC dan mengunjungi beberapa
bangunan unik yang ada di sana. Saya teringat kesan kota Paris sewaktu blusukan
di HCMC. Pernah sekali saya berkesempatan mengunjungi Paris akibat menang lotere.
Di Paris ada sebuah gereja cantik yang bernama Notre Dame. Tak dinyana saya pun
menemukan Notre Dame lain di HCMC.
HCMC's Notre Dame |
Akhirnya pertemuan pertama
kami dengan Paman Ho terjadi ketika kami menyusuri pasar Ben Tanh ke arah pusat
kota. Paman Ho sedang berpose di depan
sebuah rumah besar berwarna putih, yang baru belakangan kami tahu nama bangunan
itu adalah Bac Ho. Entah artinya apa.
Bac Ho |
Pertemuan kedua dengan Paman
Ho, terjadi ketika kami mengunjungi kantor pos di seberang Notre Dame. Kali ini
Paman Ho menyambut kami dalam sebuah bingkai lukisan besar. Setelah berpamitan
dengan Paman Ho, kami luntang-lantung tak tentu arah menyeruak di HCMC. Malam
semakin larut tapi penjelajahan kami belum tuntas. HCMC terasa bagai kota
labirin karena kami tersesat didalamnya dalam rangka kembali menuju losmen.
HCMC's Post Office |
Get lost and drunk |
###
Sinh travel, nama agensi tur yang akan
membawa kami menuju Kamboja. Mereka menyediakan bus menuju Phnom Penh, ibukota
Kamboja. Du lich alias turis, itulah sebutan kami selama berada di Vietnam.
Semangat kami sebagai Power Rangers semakin berkobar menuju Kerajaan Kamboja.
Royaume du Cambodge
begitulah bangsa Perancis yang sempat menjajah Kamboja menyebut negara ini.
Sebuah negara dengan isi pasukan khmer Rouge atau Khmer Merah yang kejam.
Sebenarnya Khmer adalah nama suku bangsa yang ada di Kamboja. Baru kemudian
partai komunis yang ada di Kamboja memiliki cabang militer yang berisikan
pasukan Khmer. Lalu pada tahun 1960-1970 dimulailah perang gerilya pasukan
Khmer untuk melawan rezim Pangeran Shihanouk dan Jenderal Lon Nol. Pasukan
Khmer berhasil menggulingkan pemerintahan di Kamboja dibawah pimpinan Pol Pot.
Secara sadis Pol Pot mengamini pembunuhan massal terhadap kaum intelektual. Saat
itu kamboja berdarah-darah hingga datang bantuan dari Vietnam. Tentara Vietnam
mengusir pasukan Khmer. Konon pasukan ini masih bercokol di hutan-hutan dan
kami dengan sukarela akan menerabas Kamboja melalui Phnom Penh hingga ke Sieam
Reap. Semoga tidak bertemu dengan si Khmer Rouge itu.
Berulang kali saya melihat
peta dan yakin bahwa tidak ada laut diantara Vietnam dan Kamboja. Tapi bus yang
membawa saya dan pasukan Power Rangers ini berhenti di sebuah pelabuhan, bersiap
masuk ke lambung kapal. Saya taksir besarnya serupa kapal fery yang ada di
Bakauheni. Saya intip sekali lagi peta dengan seksama, namun tetap tidak ada
laut. Apakah kami sedang berada di sungai Mekong yang termasyhur? Ini kali
pertama saya menyebrang sungai harus menggunakan kapal fery laksana menyebrang
pulau. Begitu lebarnya sang sungai, menjadi pembatas antar negara. Sisi sungai
yang kami sebrangi masih berada di teritori Vietnam.
###
Imigrasi birokrasi terasi basi, semuanya
hanyalah kata yang berakhiran –si. Di perbatasan negara antara Vietnam dan
Kamboja itu, masih saja saya menemukan calo. Sebagai pemegang paspor berlogo
Garuda, harusnya sudah bebas visa untuk masuk ke Kamboja. Namun apa lacur,
birokrasi menyatakan bahwa warganegara Indonesia masih harus memperoleh visa
untuk masuk ke Kamboja. Calo-calo tengik pun beraksi di perbatasan. Mereka
meminta upah 5 USD dari setiap sticker
visa yang berhasil ditempelkan di lembaran buku paspor. Padahal tarif resminya
hanya 20 USD. Intimidasi perbatasan yang memuakkan.
Kami terkena jebakan calo
demi lolos dari Bavet border. Setelah
urusan remeh-temeh perbatasan tadi, kami meluncur menuju Phnom Penh.
Tujuh jam perjalanan dari
HCMC menuju Phnom Penh belum berarti apa-apa. Singgah sejenak di ibukota
Kamboja hanya untuk berganti bus. Lagu-lagu dalam Bahasa Kamboja mengiringi
sepanjang perjalanan. Petang hari kami tiba di Sieam Reap setelah perjalanan
datar yang mana di kanan-kiri jalan hanya ditumbuhi pohon pinang. Kalau di
Indonesia, pohon pinang itu pasti ludes ketika bulan Agustus tiba.
Tulip Garden Hostel bertarif
12USD per kamar. Isi 3 tempat tidur. Sangat nyaman dan murah. Pemandu wisata
kami pun ramah sekaligus bertindak sebagai supir tuk-tuk yang akan mengantarkan
keliling Angkor Wat esok hari. Selamat malam Sieam Reap.
###
Kami mendapatkan setangkup roti bakar dan
jus, jatah dari hostel untuk sarapan. Terburu-buru kami menuju tuk-tuk karena
sudah tidak sabar ingin menjelajah Angkor Wat. Kawan, saya ceritakan sedikit
tentang apa itu Angkor Wat. Mungkin bisa menjadi penyemangat jika kawan ingin
bertandang ke Kamboja.
Angkor Wat adalah sebuah
kuil atau candi yang terletak di kota Angkor. Kapan candi ini dibangun, konon
pada pertengahan abad ke-12 oleh Raja Suryawarman II dan memakan waktu sekitar
30 tahun lamanya. Disekitar dataran Angkor juga terdapat beberapa kuil lain
yang indah, tetapi Angkor Wat merupakan kuil yang paling terkenal di dataran
Angkor. Menurut kepercayaan Hindu yang meletakan gunung Meru sebagai pusat
dunia dan merupakan tempat tinggal
dewa-dewi Hindu, maka menara tengah di Angkor Wat adalah menara tertinggi
sekaligus merupakan menara utama dalam kompleks Angkor Wat.
Sebagaimana mitologi gunung
Meru, kawasan kuil Angkor Wat dikelilingi oleh dinding dan terusan yang
mewakili lautan dan gunung yang mewakili dunia. Jalan masuk utama ke Angkor Wat
sepanjang setengah kilometer dihiasi pagar susur pegangan tangan dan diapit
oleh danau buatan manusia yang disebut Baray. Gerbangnya di ujung jembatan
pelangi seolah menghubungkan antara alam dunia dengan alam dewa-dewa.
Bisnis pariwisata di Angkor
Wat sangat baik. Untuk turis lokal, tarif resmi yang dipatok adalah 20 USD
untuk seharian berkeliling. Tiket masuk tercetak jelas disertai foto. Sedangkan
biaya tuk tuk, kami sewa terpisah. Silahkan tawar-menawar dengan pengemudi tuk
tuk, harga yang wajar adalah 15-25 USD per hari.
Kami berkeliling di komplek
Angkor Wat patungan menyewa tuk tuk seharga 20 USD. Kalau kawan punya waktu
lebih banyak, bisa mencoba berkeliling dengan sepeda atau berjalan kaki. Lebih
murah dan menantang. Komplek Angkor Wat sangat luas laksana sebuah kota.
Kuil-kuil yang kami sambangi selain Angkor adalah Kuil Bayon, Kuil Ta Phrom dan
Kuil Banteay Srei. Kuil-kuil utama yang wajib dikunjungi.
Hitam legam, terbakar
matahari. Kulit kami menjadi gelap akibat seharian full berkeliling komplek Angkor
Wat. Ketika maka malam, kami mendapatkan suguhan tari-tarian khas Kamboja. Kali
ini tariannya sangat berbeda dengan tarian di Phuket tempo hari. Pantaslah saya
sebut tariannya sebagai sendra tari. Sangat memukau.
Malam terakhir di Sieam Reap
kami habiskan dengan berjalan-jalan. Grup ibu-ibu pergi belanja, sementara grup
bapak-bapak mencoba pijat tradisional ala Kamboja. Mari rileks, karena hidup
sudah terlalu berat.
###
Kami berkemas keesokan harinya dan kembali ke
Phnom Penh. Di ibukota Kamboja itu kami berpisah. Teman-teman saya ingin
melanjutkan eksplorasi kota Phnom Penh, namun saya berhasrat mengunjungi kota
Da Lat di Vietnam. Padahal saya tidak tahu ada apa di kota Da Lat. Hanya asal
menunjuk peta.
Untuk menuju Da Lat dari
Phnom Penh, saya harus kembali ke HCMC. Itu berarti 7 jam perjalanan. Tidak apa, saya sudah terbiasa bolak-balik jalur darat. Melewati rute
yang sama akhirnya saya tiba di HCMC malam hari. Beristirahat sebentar di
warung kopi, lalu saya melanjutkan menumpang bus Mai Linh menuju Da Lat.
Sekaligus bermalam di dalam bus.
Seorang pelancong selayaknya harus paham yang namanya
geografi. Setidaknya riset dulu kecil-kecilan tentang tempat tujuan. Jangan
seperti saya, main langsung hajar bleh yang penting happy. Berbekal hanya sepotong celana pendek, kini saya kena
batunya. Tidak tahu bahwa hawa di Da Lat dinginnya minta ampun.
“Seorang pelancong
selayaknya harus paham yang namanya geografi”
Terletak pada 1500 meter diatas permukaan laut, ternyata
Da Lat merupakan salah satu dataran tinggi yang ada di Vietnam. Jam 4 dini
hari, bus yang saya tumpangi merapat di Da Lat. Begitu keluar terminal, hawa
dingin langsung menyergap. Tanpa persiapan untuk cuaca dingin, terpaksa saya
meringkuk di dalam terminal menunggu dijemput matahari.
Setahu saya yang sering sok tahu, nama kota Da Lat adalah
sebuah singkatan dari bahasa latin ‘Dat Aliis Laetitiam Aliis Temperiem’ yang
berarti It gives pleasure to some, freshness to others. Saya percaya saja. Pasalnya
selama saya berada di Da Lat merasa benar-benar santai dan damai. Suhu kota
yang dingin, menjadikan bunga-bunga tumbuh subur seantero kota. Sangat cantik
sekali.
Kawan, jika kalian sedang stress dan perlu pelarian, saya
sarankan agar mengunjungi Da Lat. Di kota ini benar-benar pas untuk menyepi
menenagkan diri. Saya termasuk anak pelarian, maka saya tidak salah pilih untuk
berkunjung ke Da Lat. Jangan lupa untuk membawa baju hangat selama berada di
kota ini. Saya berikan beberapa tempat rekomendasi yang bisa menghilangkan
setres atau tekanan hidup. Berat bener kesannya. Cukup sewa motor bisa
berkeliling ke tempat-tempat berikut:
Taman Bunga Da Lat
Tempat
ini cocok dikunjungi ketika pagi atau sore hari. Sangat memanjakan mata.
Tanaman dan bunga warna-warni tertata amat sanagat rapi. Mereka juga memiliki
pasar kupu-kupu awetan.
Rumah
peninggalan penguasa terakhir dari Dinasti Nguyen yang berkuasa di Vietnam.
Rumah ini merupakan rumah besar yang dijadikan istana. Halaman istana Bao Dai
sangat luas dan juga cantik. Pengunjung bisa bebas menikmati seluruh penjuru
rumah dan bisa berfoto layaknya kerabat dari Dinasti Nguyen ini. Saya adalah
salah satu keluarga mereka dan bersedia mewarisi istana Bao Dai.
Pasar Da Lat
Hanya
sekedar pasar tradisional, tapi jajanan lokal kudu wajib dicoba. Saya mencoba
cendol Vietnam. Wah rasanya manis segar gurih lezat enak tak tersisa.
Kuil Van Hanh
Kuil
ini terletak diatas bukit dengan patung Budha bersila besar yang menjadi
landmark-nya. Dari kejauhan mudah dicari karena sang Budha duduk bersila seolah
mengawasi seluruh kota. Pemandangan dari kuil Van Hanh juga cadas. Pasti akan
lebih dari sejepret-dua jepret jika kawan membidikan kamera.
Sudah
tidak perlu ke Paris untuk melihat menara Eiffel. Di Da Lat ada replika Eiffel
setinggi tiang BTS. Bedanya Eiffel mini ini tidak memancarkan sinyal telepon.
Puas berkeliling di Da Lat, saya langsung kembali menuju
HCMC. Sekali lagi bermalam di bus karena keesokan harinya saya harus mengejar
pesawat kembali ke Jakarta. Kalau mikirin capek, saya tidak bisa melihat
tempat-tempat indah dalam waktu singkat karena cuti kantor terbatas. Jadi
kawan, selagi ada waktu dan kesempatan untuk melihat belahan dunia lain, sikat. Karena saya setuju, amat sangat setuju dengan pepatah Who lives sees, who travels sees more.
@arkilos
ternyata ke kamboja nya ente rame2 bareng power ranger, gw nekat amat kalo berdua doang yeee...
BalasHapus